Selasa, 24 Januari 2012

Tindak Pidana

By : Ahmad Shofin Nuzil, SH. 


Pengertian Tindak Pidana
            Tindak pidana atau strafbaar feit merupakan suatu perbuatan yang mengandung unsur “perbuatan atau tindakan yang dapat dipidanakan” dan unsur “pertanggung jawaban pidana kepada pelakunya”. Sehingga dalam syarat hukuman pidana terhadap seseorang secara ringkas dapat dikatakan bahwa tidak akan ada hukuman pidana terhadap seseorang tanpa adanya hal-hal yang secara jelas dapat dianggap memenuhi syarat atas kedua unsur tersebut.[1] 
            Menurut W.L.G. Lemaire hukum pidana berarti norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang dibuat oleh pembentuk Undang-undang yang dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman yang bersifat khusus.[2] Sedangkan menurut W.F.C. Van Hattum hukum pidana merupakan suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang didikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara ketertiban hukum umum melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus yang berupa hukuman.[3]
            Menurut Moelyatno merumuskan tindak pidana sebagai terjemahan dari “Straafbaar feit” yaitu sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana dan perbuatan tersebut bisa menghambat tercapainya tata dalam kehidupan masyarakat yang dicita-citakan masyarakat tersebut. Perbuatan pidana itu sendiri harus benar-benar memenuhi unsur formil yaitu bertentangan dengan Undang-undang dan unsur materiil yaitu bertentangan dengan cita-cita dalam kehidupan bermasyarakat atau bisa disebut melawan hukum.[4] Sedangkan Mr. Tresna berpendapat bahwa peristiwa pidana ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan lainnya, dimana terhadap perbuatan tersebut ada tindakan penghukuman.[5] Wirjono Prodjodikoro merumuskan bahwa tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. [6]
Unsur-unsur tindak pidana
            Di dalam tindak pidana di bagi menjadi dua unsur yaitu unsur “Subyektif”  dan unsur “Obyektif”. Unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku tindak pidana atau yang berhubungan dengan si pelaku, dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud unsur obyektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan yang di dalamnya terdapat tindakan-tindakan dari si pelaku.[7]
            Unsur-unsur Subyektif dari suatu tindak pidana antara lain, yaitu :
a.       Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)
b.      Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging  seperti yang dimaksud dalam pasal 53 ayat (1) KUHP
c.       Macam-macam maksud atau oogmerk  seperti yang terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dll
d.      Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedahcte raad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut pasal 340 KUHP
e.       Perasaan takut atau vrees seperti yang terdapat di dalam rumusan tindak pidana pasal 308 KUHP.[8]
            Unsur-unsur Obyektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai berikut :
a.       Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid
b.      Kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut pasal 415 KUHP atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perusahaan” di dalam kejahatan menurut pasal 398 KUHP
c.       Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai sebab-akibat.[9]


[1] Hamdan Zoelva, “Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD
1945”, Konstitusi Press Jakarta.
[2] Lemaire, Het Recht in Indonesie, hal. 145
[3] Van Hattum, Hand et Leerboek I, hal. 1
[4] Moelyatno, Pidato Inagurasi, hal. 17
[5] Tresna, Asas-Asas Hukum Pidana, hal. 27
[6] Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, hal. 45
[7] Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, hal. 184
[8] Lamintang, Op. Cit. hal. 184
[9] Lamintang, Op. Cit. hal, 184 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar