Senin, 30 Januari 2012

PP No. 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan upah

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1981
TENTANG
PERLINDUNGAN UPAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang  :  a.  Bahwa system pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak sesuai lagi
dengan  perkembangan  keadaan  sehingga  perlu  disusun  suatu  peraturan
perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 tahun
1969;
b.  Ba hwa   se ba ga i   pe l a ksa naa n  t e rse but   huruf  “ a ”   di pa nda ng  pe rl u  m e nga t ur
perlindungan upah dalam suatu Peraturan Pemerintah;
Mengingat  :  1.  Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2.  Undang-undang  nomor  80  Tahun  1957  tentang  Persetujuan  Organisasi
Perburuhan Internasional Nomor 100 mengenai pengupahan bagi buruh laki
laki dan wanita yang sama nilainya ( Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor
171);
3.  Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
mengenai  Tenaga  Kerja  (  Lembaran  Negara  Tahun  1969  Nomor  55
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912);

MEMUTUSKAN

Menetapkan  :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLINDUNGAN UPAH

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a.  Upah  adalah  suatu  penerimaan  sebagai  imbalan  dari  Pengusaha  kepada  buruh  untuk  sesuatu















pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang
yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan
atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh termasuk tunjangan baik untuk
buruh sendiri maupun keluarganya;
b.  Pengusaha ialah :
1.  Orang persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu perusahaan milik sendiri;
2.  Orang  persekutuan  atau  badan  hukum  yang  secara  berdiri  sendiri menjalankan perusahaan
bukan miliknya;
3.  Orang  persekutuan  atau  badan  hukum  yang  berada  di  Indonesia  mewakili  perusahaan
termaksud pada angka 1 dan 2 di atas yang berkedudukan diluar Indonesia.
c.  Buruh adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha dengan menerima upah;
d.  Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.


DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota Pasal 2
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan
kerja putus.

Pasal 3
Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki laki dan buruh
wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.

Pasal 4
Upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan pekerjaan

Pasal 5
(1) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 pengusaha wajib membayar upah
buruh :
a.  Jika  buruh  sendiri  sakit,  sehingga  tidak  dapat  melakukan  pekerjaan  dengan  ketentuan  sebagai
berikut :
1.  untuk 3 (tiga) bulan pertama, dibayar 100% (seratus persen) dari upah;
2.  untuk 3 (tiga) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah;
3.  untuk 3 (tiga) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh persen) dari upah;
4.  untuk 3 (tiga) bulan keempat, dibayar 25% (dua puluh lima persen) dari upah;
b.  Jika  buruh  tidak  masuk  bekerja  karena  hal-hal  sebagaiman  dimaksud  dibawah  ini  dengan
ketentuan sebagai berikut :
1.  buruh sendiri kawin, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
2.  menyunatkan anaknya, dibayar selama 1 (satu) hari;
3.  membaptiskan anaknya, dibayar untuk 1 (satu) hari;
4.  mengawinkan anaknya, dibayar untuk 2 (dua) hari;
5.  anggota keluarga meninggal dunia yaitu suami/isteri orang tua/ mertua atau anak dibayar untuk
selama 2 (dua) hari;
6.  isteri melahirkan anak dibayar untuk selama 1 (satu) hari.
(2) Dalam hal pengusaha tidak mampu memenuhi ketentuan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
pengusaha dapat mengajukan izin penyimpangan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Jika dalam peraturan perusahaan atau perjanjian perburuhan terdapat ketentuan ketentuan yang lebih
baik dari pada ketentuan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ketentuan dalam peraturan
perusahaan atau perjanjian perburuhan tersebut tidak boleh dikurangi.

Pasal 6
(1) Pengusaha  wajib  membayar  upah  yang  biasa  dibayar  kepada  buruh  yang  tidak  dapat  melakukan
pekerjaannya  karena  sedang  menjalankan  kewajiban  Negara,  jika  dalam  menjalankan  kewajiban
Negara tersebut buruh tidak mendapatkan upah atau tunjangan lainnya dari Pemerintah tetapi tidak
melebihi 1 (satu) tahun;
(2) Pengusaha wajib membayar kekurangan atas upah yang biasa dibayarkan kepada buruh yang dalam
menjalankan kewajiban Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bilamana jumlah upah yang
diperolehnya kurang dari upah yang biasa diterima dari perusahaan yang bersangkutan tetapi tidak
melebihi 1 (satu) tahun;
(3) Pengusaha  tidak  diwajibkan  untuk  membayar  upah  bilamana  buruh  yang  dalam  menjalankan
kewajiban Negara tersebut telah memperoleh upah serta tunjangan lainnya yang besarnya sama atau
lebih dari upah yang biasa ia terima dari perusahaan yang bersangkutan;


DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota (4) Pengusaha  wajib  untuk  tetap  membayar  upah  kepada  buruh  yang  tidak  dapat  menjalankan
pekerjaannya karena memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu yang diperlukan
tetapi tidak melebihi 3 (tiga) bulan.

Pasal 7
Upah  buruh  selama  sakit  dapat  diperhitungkan  dengan  suatu  pembayaran  yang  diterima  oleh  buruh
tersebut yang timbul dari suatu perundang-undangan atau peraturan perusahaan atau sesuatu dana yang
menyelenggarakan jaminan sosial ataupun suatu pertanggungan.

Pasal 8
Pengusaha wajib untuk membayar upah kepada buruh yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah
dijanjikan  akan  tetapi  pengusaha  tidak  memperkerjakannya  baik  karena  kesalahan  sendiri  maupun
halangan yang dialami oleh pengusaha yang seharusnya dapat ia hindari.

Pasal 9
Bila upah tidak dapat ditetapkan berdasarkan suatu jangka waktu maka untuk menghitung upah se-bulan
ditetapkan berdasarkan upah rata rata 3 (tiga) bulan terakhir yang diterima oleh buruh.

Pasal 10
(1) Upah  harus  dibayar  langsung  kepada  buruh  pada  waktu  yang  telah  ditentukan  sesuai  dengan
perjanjian;
(2) Pembayaran upah secara langsung kepada buruh yang belum dewasa dianggap sah, apabila orang tua
atau wali buruh tidak mengajukan keberatan yang dinyatakan secara tertulis;
(3) Pembayaran upah melalui pihak ketiga hanya diperkenankan bila ada surat kuasa dari buruh yang
bersangkutan yang karena sesuatu hal tidak dapat menerimanya secara langsung;
(4) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat(3) hanya berlaku untuk satu kali pembayaran;
(5) Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.

Pasal 11
Pada tiap pembayaran seluruh jumlah upah harus dibayarkan.

BAB II
BENTUK UPAH
Pasal 12
(1) Pada dasarnya upah diberikan dalam bentuk uang;
(2) Sebagian dari upah dapat diberikan dalam bentuk lain kecuali minuman keras obat obatan atau bahan
bahan obat obatan dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari
nilai upah yang seharusnya diterima.

Pasal 13
(1) Pembayaran upah harus dilakukan dengan alat pembayaran yang sah dari Negara Republik Indonesia;
(2) Bila upah ditetapkan dalam mata uang asing maka pembayaran akan dilakukan berdasarkan kurs pada
hari dan tempat pembayaran.

Pasal 14
Setiap ketentuan yang menetapkan sebagian atau seluruh upah harus dipergunakan secara tertentu ataupun
harus  dibelikan  barang  tidak  diperbolehkan  dan  karenanya  adalah  batal  menurut  hukum  kecuali  jika
penggunaan itu timbul dari suatu peraturan perundang-undangan.

DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota Pasal 15
(1) Bila  diadakan  perjanjian  antara  buruh  dan  pengusaha  mengenai  suatu  ketentuan  yang  merugikan
buruh dan yang bertentangan dengan ketentuan –  ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan atau
peraturan perundang-undangan lainnya dan karenanya menjadi batal menurut hukum maka  buruh
berhak menerima pembayaran kembali dari bagian upah yang ditahan sebagai perhitungan terhadap
upahnya  dan  ia  tidak  diwajibkan  mengembalikan  apa  yang  telah  diberikan  kepadanya  untuk
memenuhi perjanjian.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat (1) apabila ada permintaan dari pengusaha atau buruh badan
yang diserahi urusan peselisihan perburuhan dapat membatasi pengembalian itu sekurang-kurangnya
sama dengan jumlah kerugian yang diderita oleh buruh.

BAB III
CARA PEMBAYARAN UPAH

Pasal 16
Bila  tempat  pembayaran  upah  tidak  ditentukan  dalam  perjanjian  atau  peraturan  perusahaan  maka
pembayaran upah dilakukan ditempat buruh biasa bekerja atau di kantor perusahaan.

Pasal 17
Jangka  waktu  pembayaran  upah  secepat-cepatnya  dapat  dilakukan  seminggu  sekali  atau  selambat
lambatnya sebulan sekali kecuali bila perjanjian kerja untuk waktu kurang dari satu minggu.

Pasal 18
Bilamana  upah  tidak  ditetapkan  menurut  jangka  waktu  tertentu  maka  pembayaran  upah  disesuaikan
dengan ketentuan pasal 17 dengan pengertian bahwa upah harus dibayar sesuai dengan hasil pekerjaannya
dan atau sesuai dengan jumlah hari atau waktu dia bekerja.

Pasal 19
(1) Apabila upah terlambat dibayar maka mulai dari hari keempat sampai dengan kedelapan terhitung dari
hari dimana seharusnya upah dibayar upah tersebut ditambah dengan 5%(lima persen) untuk tiap hari
keterlambatan.  Sesudah  hari  kedelapan  tambahan  itu  menjadi  1%  (satu  persen)  untuk  tiap  hari
keterlambatan dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50%
(lima puluh persen) dari upah yang seharusnya dibayarkan. 
(2) Apabila sesudah sebulan upah masih belum dibayar maka di samping kewajiban untuk membayar
sebagaiman  dimaksud  ayat  (1)  pengusaha  diwajibkan  pula  membayar  bunga  sebesar  bunga  yang
ditetapkan oleh bank untuk kredit perusahaan yang bersangkutan;
(3) Penyimpangan yang mengurangi ketentuan dalam pasal ini adalah batal menurut hukum.

BAB IV
DENDA DAN POTONGAN UPAH

Pasal 20
(1) Denda atas pelanggaran sesuatu hal hanya dapat dilakukan bila hal itu diatur secara tegas dalam suatu
perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan.
(2) Besarnya denda untuk setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus ditentukan dan
dinyatakan dalam mata uang Republik Indonesia;
(3) Apabila untuk satu perbuatan sudah dikenakan denda, pengusaha dilarang untuk memungut ganti rugi
terhadap buruh yang bersangkutan;

DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota (4) Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.

Pasal 21
(1) Denda yang dikenakan oleh pengusaha kepada buruh baik langsung maupun tidak langsung tidak
boleh  dipergunakan  untuk  kepentingan  pengusaha  atau  orang  yang  diberi  wewenang  untuk
menjatuhkan denda tersebut.
(2) Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.

Pasal 22
(1) Pemotongan upah oleh pengusaha untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan bilamana ada surat kuasa
dari buruh;
(2) Dikecualikan  dari  ketentuan  ayat  (1)  adalah  semua  kewajiban  pembayaran  oleh  buruh  terhadap
Negara  atau  iuran  sebagai  peserta  pada  suatu  dan  yang  menyelenggarakan  jaminan  sosial  yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditarik kembali pada setiap saat.
(4) Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.

Pasal 23
(1) Ganti rugi dapat dimintakan oleh pengusaha dari buruh bila terjadi kerusakan barang atau kerugian
lainnya  baik  milik  pengusaha  maupun  milik  pihak  ketiga  oleh  buruh  karena  kesengajaan  atau
kelalaian.
(2) Ganti  rugi  demikian  harus  diatur  terlebih  dahulu  dalam  suatu  perjanjian  tertulis  atau  peraturan
perusahaan dan setiap bulannya tidak melebihi 50% ( lima puluh persen) dari upah.

BAB V
PERHITUNGAN DENGAN UPAH

Pasal 24
(1) Hal hal yang dapat diperhitungkan dengan upah adalah :
a.  denda, potongan dan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, pasal 21, pasal 22, dan
pasal 23;
b.  sewa rumah yang disewakan oleh pengusaha kepada buruh dengan perjanjian tertulis;
c.  uang muka atas upah, kelebihan upah yang  telah dibayarkan dan cicilan hutang buruh kepada
pengusaha dengan ketentuan harus ada tanda bukti tertulis;
(2) Perhitungan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari
setiap pembayaran upah yang seharusnya diterima.
(3) Setiap syarat yang memberikan wewenang kepada pengusaha untuk mengadakan perhitungan lebih
besar  daripada  yang  diperbolehkan  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  (2)  adalah  batal  menurut
hukum;
(4) Pada waktu pemutusan hubungan kerja seluruh hutang piutang buruh dapat diperhitungkan dengan
upah.
Pasal 25
Bila uang yang disediakan oleh pengusaha untuk membayar upah disita oleh juru sita maka penyitaan
tersebut tidak boleh melebihi 20% (dua puluh persen) dari jumlah upah yang harus dibayarkan.

Pasal 26
(1) Bila upah digadaikan atau dijadikan jaminan hutang maka angsuran tiap bulan dari pada hutang itu
tidak bolah melebihi 20% (dua puluh persen) dari sebulan.


DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota (2) Ketentuan ayat (1) berlaku juga apabila penggadaian atau jaminan itu diadakan untuk kepentingan
pihak ketiga.

Pasal 27
Dalam  hal  pengusaha  dinayatakan  pailit  mak  upah  buruh  merupakan  hutang  yang  didahulukan
pembayarannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang kepailitan yang berlaku.

Pasal 28
Bila buruh jatuh pailit maka upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja tidak termasuk
dalam kepailitan kecuali ditetapkan lain oleh hakim dengan ketentuan tidak melebihi dari 25% (dua puluh
lima persen).

Pasal 29
(1) Bila upah baik untuk sebagian ataupun untuk seluruhnya didasarkan pada keterangan-keterangan yang
hanya dapat diperoleh dari buku buku pengusaha mak buruh atau kuasa yang ditunjuk berhak untuk
meminta keterangan dan bukti bukti yang diperlukan.
(2) Apabila permintaan keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhasil maka buruh atau
kuasa yang ditunjuknya berhak meminta bantuan kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya.
(3) Segala sesuatu yang diketahui atas keterangan-keterangan serta bukti bukti oleh buruh atau kuasa
yang ditunjuknya atau Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat  (2)  wajib  dirahasiakan  kecuali  bila  keterangan  tersebut  dimintakan  oleh  badan  yang  diserahi
urusan penyelesaian perselisihan perburuhan.

Pasal 30
Tuntutan  upah  dan  segala  pembayaran  yang  timbul  dari  hubungan  kerja  menjadi  daluwarsa  setelah
melampaui jangka waktu 2 (2) tahun.

BAB VI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 31
Pengusaha yang melanggar ketentuan Pasa l3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), ayat (2),ayat (4) dan Pasal
8 dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
100.000,- (seratus ribu rupiah)

Pasal 32
Pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 22,disamping perbuatan tersebut batal
menurut  hukum  juga  dipidana  dengan  pidana  kurungan  selama-lamanya  3  (tiga)  bulan  atau  denda
setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)

Pasal 33
Buruh  atau  ahli  yang  ditunjuknya  atau  pejabat  yang  ditunjuk  oleh  Menteri  yang  dengan  sengaja
membocorkan rahasia yang harus disimpannya sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (3) dipidana dengan pidana
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)

Pasal 34
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, pasal 32 dan Pasla 33 adalah pelanggaran.


DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota BAB VII
KETENTUAN PENUTUUP

Pasal 35
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini berdasarkan Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang
Ketentuan-ketentuan  Pokok  mengenai  tenaga  Kerja  maka  ketentuan-ketentuan  peraturan  perundang
undangan  yang  mengatur  perlindungan  upah  sejauh  telah  diatur  dalam  Peraturan  pemerintah  ini
dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 36
Peraturan  Pemerintah  ini  mulai  pada  tanggal  diundangkan.Agar  supaya  setiap  orang  mengetahuinya
memerintahkan pengudangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Di tetapkan di : Jakarta
Pada tanggal  : 2 Maret 1981
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

t.t.d

       SOEHARTO

Diundangkan di  : Jakarta
Pada Tanggal    : 2 Maret 1981
MENTERI/ SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

             t.t.d

SUDHARMONO, SH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 8


Disalin oleh :
Eko Supriyanto 
DPC FSP KEP Kabupaten Karanganyar
C.P. (0271) 7569416 














DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEME RINTAH RI
NOMOR 8 TAHUN 1981

Tentang

PERLINDUNGAN UPAH
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3290).

UMUM
Pengaturan pengupahan yang berlaku di Indonesia pada saat ini masih dipakai Kitab Undang-undang
Hukum Perdata yang jiwanya sudah tidak sesuai lagi.

Sejalan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan pokok
Mengenai Tenaga Kerja maka pengaturan tentang perlindungan upah secara nasional dirasakan makin
mendesak.

Sesuai  dengan  perkembangan  ekonomi yang  diupayakan  ke  arah  stabilitas  yang  makin  mantap  maka
pengaturan tentang perlindungan upah dalam Peraturan Pemerintah ini diarahkan pula kepada system
pembayaran  upah  secara  keseluruhan.  Pengertian  upah  secara  keseluruhan  dimaksudkan  di  sini  tidak
termasuk upah lembur. Pada pokoknya sistem ini didasarkan atas prestasi seseorang buruh atau dengan
perkataan  lain  bahwa  upah  itu  tidak  lagi  dipengaruhi  oleh  tunjangan-tunjangan  yang  tidak  ada
hubungannya dengan prestasi kerja.

Pembayaran upah pada prinsipnya harus diberikan dalam bentuk uang namun demikian dalam peraturan
pemerintah ini tidak mengurangi kemungkinan pemberian sebagian uapah dalam bentuk barang  yang
jumlahnya dibatasi.

Peraturan  Pemerintah ini  pada  pokoknya  mengatur  perlindungan  upah  secara  umum  yang  berpangkal
tolak kepada fungsi upah yang harus mampu menjamin kelangsungan hidup bagi buruh dan keluarganya.

Untuk menuju ke arah pengupahan yang layak bagi buruh perlu ada pengaturan upah minimum  tetapi
mengikat sifat kekhususannya belum diatur dalam Peraturan Pemerintah.

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Huruf a
Yang dimaksud dengan imbalan adalah termasuk juga sebutan honorarium yang diberikan oleh pengusaha
kepada buruh secara teratur dan terus menerus.

Huruh b
Yang  dimaksud  dengan  orang  adalah  seorang  manusia  pribadi  yang  mengurus  atau  mengawasi
perusahaan secara langsung.
Yang dimaksud persekutuan adalah suatu bentuk usaha yang bukan badan hukum yang bertujuan untuk
mencari keuntungan misalnya CV Firma Maatchap dan lain lain maupun yang tidak mencari keuntungan
misalnya Yayasan.


DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota Yang dimaksud dengan badan hukum adalah perseroan yang didaftar menurut undang-undang tentang
perseroan atau jenis badan hukum lainnya yang dirikan dengan atau berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku misalnya perkumpulan koperasi dan lainnya sebagainya.
Yang dimaksud dengan perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang dijalankan dengan tujuan mencari
keuntungan atau tidak baik milik swasta atau milik Negara yang mempekerjaan buruh sedangkan usaha
sosial  dan  usaha  lain  yang  tidak  berbentuk  perusahaan  dipersamakan  dengan  perusahaan  apabila
mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain sebagaimana layaknya perusahaan mempekerjakan
buruh misalnya Yayasan dan lain-lain.

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Yang dimaksud dengan tidak boleh mengadakan diskriminasi ialah bahwa upah dan tunjangan lainnya
yang diterima oleh buruh pria sama besarnya dengan upah dan tunjangan lainnya yang diterima oleh
buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Ayat (1)
Bahwa azas tidak bekerja tidak dibayar tidak sewajarnya untuk ditetapkan secara mutlak. Oleh itu bagi
buruh yang tidak dapat melakukan pekerjaan karena alasan tersebut a dan b upah masih harus diberikan.
Akan  tetapi  pembayaran  upah  yang  demikian  tidak  dapat  dilakukan  secara  penuh  dan  terus  menerus
karena itu perlu ditetapkan jumlah serta jangka waktunya.
Pengertian sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) a, tidak termasuk , sakit karena kecelakaan kerja
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang kecelakan kerja.

Ayat (2) 
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Buruh sebagai warga negara tidak terlepas dari kemungkinan untuk memikul tugas dan kewajiban yang
diberikan oleh Pemerintah misalnya wajib militer tugas-tugas dalam penyelengaraan Pemilihan umum
serta tugas dan kewajiban lainya yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (2)

DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota Pembayaran kekurangan gaji atau upah dimaksudkan agar dapat menjadi beban yang berat bagi buruh dan
keluarganya di satu pihak dan pengusaha dilain pihak.

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Dengan  mengingat  keuangan  perusahaan  maka  dalam  hal  buruh  yang  menjalankan  ibadah  menurut
agamanya  lebih  dari  3  (tiga)  bulan  dan  dalam  menjalankan  ibadah  tersebut  lebih  dari  1  (satu)  kali
pengusaha tidak diwajibkan membayar upahnya.

Pasal 7
Pembayaran  dari  pertanggungan  dapat  diperhitungkan  menurut  pasal  ini  adalah  khususnya  mengenai
pertanggungan upah buruh yang selama sakit iurannya dibayar oleh pengusaha. Dalam hal pembayaran
dari pertanggungan itu kurang dari upah yang seharusnya diterima buruh selama sakit maka kekurangan
tersebut harus dibayar oleh pengusaha. Akan tetapi bila buruh telah menerima pembayaran  sesuai atau
lebih  dari  upah  yang  seharusnya  dia  terima  selama  sakit  maka  pengusaha  tidak  berkewajiban  untuk
membayar lagi.

Pasal 8
Halangan  yang  secara  kebetulan  dialami  oleh  pengusaha  tidak  termasuk  kehancuran  atau  musnahnya
perusahaan beserta peralatan yang dikarenakan oleh bencana alam kebakaran atau peperangan sehingga
tidak memungkinkan lagi perusahaan tersebut be rfungsi  a t a u me nja l a nka n ke gi a t a nn ya  ” Forc e  m a je ure ” 

Pasal 9
Maksud pasal ini untuk mempermudah patokan dalam menghitung upah sebulan dalam hal terjadi antara
lain pemutusan hubungan kerja lembur dan sebagainya.

Pasal 10
Ayat (1) sampai dengan ayat (5)
Ketentuan  dalam  pasal  ini  dimaksudkan  agar  pembayaran  upah  tidak  jatuh  kepada  orang  yang  tidak
berhak. Oleh karena itu pembayaran upah melalui pihak ketiga harus mengunakan surat kuasa. Pengertian
buruh yang belum dewasa diartikan baik buruh laki-laki maupun perempuan yang telah berusia 14 (empat
belas) tahun akan tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun.

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1) dan ayat (2)
Untuk  menuju  kearah  system  pembayaran  upah  bersih maka  upah  harus  dibayar  dalam  bentuk  uang.
Prinsip tersebut diharapkan bahwa buruh akan dapat menggunakan upahnya secara bebas sesuai dengan
keinginannya dan kebutuhannya.  

Pasal 13
Ayat (1) dan ayat (2)
Cukup jelas


DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota Pasal 14
Larangan dalam pasal ini dimaksudkan unt uk  m e nce ga h  be l a nj a   pa ksa   (” e nforc e ’shopi ng” ).  Buruh harus
bebas  dalam  mengunakan  upah  seperti  yang  dikehendakinya  sedang  pengusaha  tidak  diperbolehkan
mengikat buruh dalam mempergunakan upahnya. 

Pasal 15
Ayat (1) dan ayat (2)
Cukup jelas


Cukup jelas


Pasal 16



Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Jika upah ditetapkan menurut hasil pekerjaan maka pembayarannya sesuai dengan ketentuan Pasal 17
dengan ketentuan besarnya upah disesuaikan dengan hasil pekerjaannya.

Pasal 19
Ayat (1) sampai dengan ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1) sampai dengan ayat (4)
Yang dimaksud dengan pelanggaran sesuaatu hal dalam ayat (1) adalah pelanggaran terhadap kewajiban
kewajiban buruh yang telah ditetapkan dalam perjanjian tertulis antara pengusaha dan buruh.

Pasal 21
Ayat (1) dan ayat (2)
Pengunaan  uang  denda  sama  sekali  tidak  boleh  untuk  kepentingan  pribadi  pengusaha  baik  langsung
maupun tidak melainkan kepentingan buruh misalnya untuk dana buruh. Cara penggunaan uang denda ini
harus juga ditetapkan dalam perjanjian atau peraturan perusahaan.


Ayat (1) sampai dengan ayat (4)
Cukup jelas


Pasal 22




Pasal 23
Ayat (1) dan ayat (2)
Kerugian lainnya dapat terdiri dari kerugian material atau ekonomis.

Pasal 24
Ayat (1) sampai dengan ayat (4)
Pembatasan perhitungan tidak boleh lebih dari 50% (lima puluh persen) dimaksudkan agar buruh tidak
kehilangan semua upah yang diterimanya. Kemungkinan perhitungan  dengan upah buruh dapat terdiri
dari denda potongan ganti rugi dan lain-lain.


DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota Untuk menjamin kehidupan yang layak bagi buruh maka pengusaha harus mengusahakan sedemikian
rupa sehingga jumlah perhitungan tersebut tidak melebihi 50% (lima puluh persen)


Cukup jelas


Pasal 25



Pasal 26
Ayat (1) dan ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Kemungkinan seorang buruh akan dapat jatuh pailit yang disebabkan tidak terbayarnya hutang kepada
pihak lain baik kepada pengusaha ataupun kepada orang lain.
Untuk menjamin kehidupan buruh yang keseluruhan harta bendanya disita maka perlu ada jaminan untuk
hidup bagi dirinya dan keluarganya. Oleh Karen itu dalam pasal ini upah dan pembayaran lainnya yang
menjadi hak buruh tidak termasuk dalam kepailitan. Penyimpangan terhadap ketentuan pasal ini hanya
dapat dilakukan oleh hakim dengan batas sampai dengan 25% ( dua puluh lima persen)

Pasal 29
Ayat (1) 
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) 
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31 sampai dengan 33
Ketentuan pidana yang dikenakan dalam pasal pasal tersebut adalah sesuai dengan ketentuan pasal 17 ayat
(1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang ketentuan ketentuan pokok mengenai
tenaga kerja yang merupakan Undang-undang induk daripada Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 34
Penetapan  tindak  pidana  sebagaimana  dimaksud  dalam  pasal  31  sampai  dengan  pasal  33  sebagai
pelanggaran adalah sesuai dengan ketentuan pasal 17 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969
tentang  ketentuan  ketentuan  pokok  mengenai  tenaga  kerja  yang  merupakan  Undang-undang  induk
daripada Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 35
Ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan upah antara lain adalah
ketentuan ketentuan yang tersebut dalam kitab Undang undang Hukum Perdata yaitu :
1601 p: 1601 q: 1601 r: 1601 s: 1601 t: 1601 u: 1601 v: 1602: 160a: 1602 b: 1602 c: 1602 d:
1602 e: 1602 f: 1602 g: 1602 h: 1602 i: 1602 j: 1602 k: 1602 l: 1602 m: 1602n: 1602 o:

DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota 1602 p: 602 q: 1602 r: 1602 s: 1602 t: 1602 u: 1602 y alinea 3. 1968 alinea 3 da 1971 sepanjang yang
menyangkut upah. 
Pasal 36
Cukup jelas


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3190


Disalin oleh :
Eko Supriyanto 
DPC FSP KEP Kabupaten Karanganyar
C.P. (0271) 7569416 
  







































DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

SURAT EDARAN
NO : SE 01/MEN/1982

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 8 TAHUN 1981
TENTANG PERLINDUNGAN UPAH

Untuk keseragaman dalam menangani permasalahan yang mungkin timbul sebagai akibat pelaksanaan
Peraturan  Pemerintah  No  8  Tahun  1981  –   tentang  Perlindungan  Upah  (Lembaran  Negara  Republik
Indonesia  Tahun  1981  No.  8  Tambahan  Lembaran  Negara  No.3190)  perlu  adanya  satu  kesatuan
pengertian  yang  harus  diperhatikan  sebagai  pedoman  bagi  para  petugas  dilapangan  khususnya  dalam
jajaran Direktorat Bina lindung Tenaga Kerja.

Terhadap beberapa ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut masih diperlukan
adanya penjelasan lebih lanjut yang perlu diperhatikan yaitu antara lain sebagai berikut :

1.  Pasal 1 huruf c berbunyi sebagai berikut :
” Buruh a da l a h te na ga  ke rj a  ya ng be ke rj a  pa da  pe ngusa ha  de nga n m e ne ri m a  upa h” 
Penjelasan :
Da l a m   ke t e nt ua n  i ni   pe nge rt i a n  ” buruh”   ti da k  te rm a suk  t e na ga   ke rj a   ya ng  be rst a t us  non  orga ni k  da n/a t a u
bekerja secara insidentil pada suatu perusahaan.
Yang  dimaksud  dengan  tenaga  kerja  berstatus  non  organik  adalah  tenaga  kerja  yang  bekerja  pada
perusahaan secara tidak teratur dan secara organisatoris tidak mempunyai fungsi pokok dalam perusahaan
tersebut, misalnya dokter perusahaan konsultan perusahaan.
Yang  dimaksud  dengan  tenaga  kerja  yang  bekerja  yang  bekerja  insindentil  adalah  tenaga  kerja  yang
bekerja  pada  perusahaan  dengan  tidak  berkesinambungan  baik  sebab  yang  disebabkan  karena  waktu
maupun sifat pekerjaan misalnya tenaga kerja bongkar muat.

2.  Pasal 2 berbunyi sebagai berikut :
” Ha k  unt uk  m enerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan
hubunga n ke rj a  put us”
Penjelasan :
” Ya ng  di m a ksud  de nga n  pa da   sa at   a da nya   hubunga n  ke rj a ”   a da la h  se ja k  a da nya   pe rj a nj i na  ke rj a   ba i k
tertulis maupun tidak tertulis antara pengusaha dan buruh.

3.  Pasal 3 berbunyi sebagai berikut :
” Pe ngusa ha  da l a m  m e net a pka n upa h t i da k bol e h m e nga da ka n di skri m i na si  a nt a r buruh l a ki  l a ki  da n buruh
wa ni t a  unt uk pe ke rja a n ya ng  sa m a  ni l ai nya .” 
penjelasan :
yang dimaksud dengan pekerjaan yang sama nilainya dalam ketentuan ini adalah pekerjaan pekerjaan
yang dilakukan dengan uraian jabatan (job description) yang sama pada suatu perusahaan.



DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota 4.  Pasal 4 Berbunyi sebagai berikut :
” Upa h t i da k di ba ya r bi l a  buruh t i da k m el akuka n pe ke rja a n” 
Penjelasan :
Ketentuan ini merupakan suatu azas yang pada dasarnya berlaku terhadap semua golongan buruh kecuali
bila buruh yang bersangkutan tidak dapat bekerja bukan disebabkan oleh kesalahan buruh.

5.  Pasal 5 ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
” Me n yi m pa ng  da ri   ke t e nt ua n  se bagaimana dimaksud dalam pasal 4 Pengusaha wajib membayar upah
buruh :
a.  Jika buruh sendiri sakit, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan dengan ketentuan sebagai
            berikut :
1.  untuk 3 (tiga) bulan pertama, dibayar 100% (seratus persen) dari upah;
2.  untuk 3 (tiga) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah;
3.  untuk 3 (tiga) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh persen) dari upah;
4.  untuk 3 (tiga) bulan keempat, dibayar 25% (dua puluh lima persen) dari upah;
Penjelasan :
Ketentuan pembayaran upah dengan bertahap berlaku bagi buruh yang sakit terus menerus.
Termasuk sakit terus menerus adalah penyakit menahun atau berkepanjangan demikian pula apabila buruh
yang setelah sakit lama mampu bekerja kembali tetapi dalam waktu empat minggu sakit kembali.
Misalnya pada tiga bulan pertama buruh jatuh sakit dia berhak atas upah 100%. Kemudian masuk bekerja
kembali  tetapi  kurang  dari  4  (empat)  minggu  buruh  jatuh  sakit  lagi  dengan  komplikasi  yang
ditimbulkannya maka dalam hal ini buruh berhak atas upah 75% selama 3 (tiga)bulan. Akan tetapi jika
buruh setelah jatuh sakit masuk bekerja kembali selama 4(empat) minggu  atau lebih , kemudian jatuh
sakit lagi dengan penyakit yang sama atau komplikasinya maka selama sakit buruh berhak atas upah
100% selama 3 bulan.
Bulan yang dipakai untuk menghitung lamanya sakit adalah bulan atau waktu dimana buruh jatuh sakit,
jadi bukan bulan kalender. Untuk pelaksanaan pasal ini diperlukan surat keterangan dokter yang ditunjuk
oleh  perusahaan.  Apabila  dalam  suatu  perusahaan  terdapat  perjanjian  perburuhan  atau  peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja yang memuat ketentuan upah selama sakit tidak mengikuti pentahapan
sesuai  pasa  ini  dapat  dibenarkan  apabila  setiap  kurun  waktu  3(tiga)  bulan  sekurang-kurangnya  sama
dengan besarnya prosentasi pasal 5 tersebut.  
Contoh yang dapat dibenarkan :
3 (tiga) bulan pertama   100%
3 (tiga) bulan kedua    75%
3 (tiga) bulan ketiga    50%
Contoh yang tidak dapat dibenarkan :
3 (tiga) bulan pertama   100%
3 (tiga) bulan kedua    60%
3 (tiga) bulan ketiga    50%
bila dalam waktu sakit berkepanjangan tersebut timbul hak atas cuti berupa (cuti tahunan, cuti hamil)
maka untuk hari-hari cuti tersebut upahnya 100%.

6.  Pasal 6 ayat (4) berbunyi sebagai berikut :
” Pe ngusa ha   wa j i b  unt uk  t e ta p  me m ba ya r  upa h  ke pa da  buruh yang tidak dapat menjalankan pekerjaannya
karena memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu diperlukan tetapi tidak melebihi 3
(t i ga ) bul a n”
Penjelasan :



DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota Ya ng  di m a ksud  de nga n  ”   se l a m a   wa ktu  di pe rl uka n”   da la m pa sa l   i ni   a dal a h  lam a nya   wa kt u  untuk
melaksanakan ibadah agamanya sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI
dari waktu kewaktu.
Misalnya : pada tahun 1981 waktu yang diperlukan untuk melaksanakan ibadah haji adalah 40 (empat
puluh) hari dengan demikian pengusaha wajib membayar upah buruh selama 40 hari.

7.  Pasal 8 berbunyi sebagai berikut :
” Pe ngusa ha   wa j i b  unt uk  m e m ba ya r  upa h  ke pa da   buruh  ya n g  be rse di a ,  me l a kuka n  pekerjaannya  yang
telah dijanjikan akan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya baik karena kesalahan sendiri maupun
ha l a nga n  ya ng di a l a m i  ole h pe ngusa ha   ya ng se ha rusn ya  da pa t  di hi nda ri ” 
Penjelasan :
 Dengan  adanya  ketentuan  pasal  ini  maka  pemberian  uang  tunggu  yang  bukan  dalam  kaitan  dengan
pemberhentian sementara (schorsing) yang selama ini dilakukan oleh pengusaha tidak diperkenankan lagi
oleh karena pengusaha harus membayar upah kepada buruh.
Misalnya buruh yang dipeintahkan untuk menunggu kedatangan suatu kapal dimana kalau kapal tersebut
tiba  buruh akan membongkar  muat  barang,  tetapi  karena  suatu  hal  kapal tersebut  tidak  datang  maka
pengusaha harus membayar upah buruh sesuai dengan perjanjian.

8.  Pasal 10 ayat (3) berbunyi sebagai berikut :
” Pe m ba ya ra n  upa h  m e l a l ui   pi ha k  ke t i ga  ha n ya   di pe rke na nka n  bi l a   a da   sura t   kua sa   da ri   buruh    ya n g
bersangkutan yang ka re na  sua t u hal  t i da k da pa t  me ne rim a nya  se c a ra  l a ngsung” 
Penjelasan :
Apabila surat kuasa tersebut bersifat kolektif maka surat kuasa tersebut perlu diketahui lebih dahulu oleh
Direktorat Jendral Binalindung Tenaga Kerja setempat.

9.  Pasal 12 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :
” Se ba gi a n  da ri   upa h  da pa t   di be ri ka n  da l am   be nt uk  l ai n  ke c ua l i   mi num a n  ke ra s,  oba t -obatan atau bahan
obat-obatn dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari nilai upah
ya n g se ha rusn ya  di t e ri m a .” 
Penjelasan :
Apabila  selama  ini  suatu  perusahaan  memberikan  upah  dalam  bentuk  natura  lebih  dari  25%  maka
selanjutnya kelebihan prosentasi tersebut harus diwujudkan dalam bentuk uang.
Misalnya : Jika sebagian upah diberikan dalam bentuk naturaa sebesar 305 maka  yang kelebihan 5%
tersebut diwujudkan dalam bentuk uang.

10.  Pasal 13 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :
” Bi l a   upa h  di t et a pka n  da la m   m a ta   ua ng  asi ng  m a ka   pe m ba ya ra n  a ka n  di la kuka n  be rda sa rka n  kurs  re sm i
pa da  ha ri  da n te m pat  pe m ba ya ra n” 
Penjelasan :
Yang dipakai untuk menghitung kurs resmi adalah kurs yang ditetapkan oleh bank Indonesia pada saat
pembayaran upah.

11.  Pasal 15 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :
” de nga n  t i da k  m e ngura ngi   ke t e nt ua n  a ya t   (1)  a pa bi l a   a da   pe rmi nt aa n  da ri   pe ngusa ha   a t a u  buruh  ba da n
yang  diserahi  urusan  perselisihan  perburuhan  dapat  membatasi  pengembalian  itu  sekurang-kurangnya
sa m a  de nga n j um la h ke rugi a n ya n g di de ri ta  ol e h buruh.” 
Penjelasan :


DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota Yang dimaksud dengan badan yang diserahi urusan perselisihan : Perburuhan ialah Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan , tersebut dalam undang undang No 22 tahun 1957 ( Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1957 No 42 tambahan Lemabaran Negara No 1227)

12.  Pasal 19 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :
” Apa bi l a   se suda h  se bul a n  ua pa h  m a si h  be l um d ibayar, maka disamping berkewajiban untuk membayar
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha diwajibkan pula membayar bunga sebesar bunga yang
di t e ta pka n ole h Ba nk unt uk kre dit  pe rusa ha a n ya n g be rsa ngkut a n.” 
Penjelasan :
Untuk  menentukan  besarnya  prosentasi  bunga  karena  keterlambatan  membayar  upah  buruh  adalah  :
Apabila  di  perusahaan  tersebut  terdapat  beberapa  jenis  kredit  laka  yang  dupakai  untuk  menetukan
besarnya diambil kredir paling menguntungkan buruh.

13.  Pasal 21 ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
” De nda   ya ng  di ke na ka n  ol e h  pe ngusa ha   ke pa da   buruh  ba i k  l a ngsung  m a upun  t i dak  l a ngsun g  t i da k  bol e h
dipergunakan untuk kepentingan pengusaha atau orang yang diberi wewenang untuk menjatuhkan denda
t e rse but .”
Penjelasan :
Denda  yang  dikenakan  kepada  buruh  juga  tidak  dapat  digunakan  untuk  kepentingan  perusahaan  atau
kepentingan biaya operasinal perusahaan.

14.  Pasal 24 ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
 ” Ha l  ha l   ya ng da pa t  di pe rhi t ungka n de nga n upa h a dal a h : 
a.  denda, potongan, dan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, pasal 21, pasal 22, pasal
23:
b.  sewa rumah yang disewakan oleh pengusaha kepada buruh dengan perjanjian tertulis;
c.  uang muka atas upah, kelebihan upah yang telah dibayarkan dan cicilan hutang buruh kepada
pengusaha, dengan ketentuan harus ada tanda  bukt i  te rt uli s.” 
Penjelasan :
Untuk  memperhitungkan  hutang  buruh  jika  terjadi  Pemutusan  Hubungan  Kerja  selain  dapat
diperhitungkan dari uapah juga dari uang pesangon.

15.  Pasal 33 berbunyi sebagai berikut :
 Buruh  atau  ahli  yang  ditunjuknya  atau  pejabat  yang  ditunjuk  oleh  Menteri  yang  dengan  sengaja
membocorkan rahasia yang haru disimpannya sesuai dengan ketentuan pasa 29 ayat (3) dipidana dengan
pidan kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bula atau denda setinggi-t i n ggi n ya  Rp.100. 000.” 
Penjelasan :
Ka t a  ” Ahl i ”  da l a m  pa sal  i ni  se ha rusnya  di ba c  kua sa  ya n g di t unj uk ol e h buruh se pe rti  di m a ksud pa da  pa sa l
29.
Demikian beberapa petunjuk tersebut disampaikan kepad saudara untuk diperhatikan dan dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di    : Jakarta
Pada tanggal    : 4 Februari 1982
MENTERI 
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

         HARUN ZAIN



DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Karanganyar Untuk Pendidikan Anggota

Tidak ada komentar:

Posting Komentar