Rabu, 07 Desember 2011

HUKUM PERBURUHAN


HUKUM PERBURUHAN
Oleh. Ahmad Shofin Nuzil, SH

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata baik materiil maupun spiritual. Pembangunan ketenagakerjaan/perburuhan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja serta kondisi yang kondusif bagi pembangunan dunia usaha. Untuk itu perlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, mencakup pembangunan sumber daya manusia, peningkatan produktifitas, perluasan kesempatan kerja dan pembinaan hubungan industrial.
Hukum perburuhan adalah suatu peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi di tempatkan di bawah pimpinan orang lain dan mengenai keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja.
Dalam hal ini hubungan kerja hanyalah suatu hubungan antara bawahan dan majikan. Hukum perburuhan tidak mencakup:
1.      Kerja seseorang atas dasar resiko sendiri
2.      Kerja wajib militer
3.      Kerja bakti
Perkembangan peraturan-peraturan perburuhan di Indonesia di bedakan dalam:
§         Sebelum tahun 1945 dapat dibagi dalam 4 periode yaitu:
a.       Periode I          : Tahun 1816-1880 Koelie-Ordonantie.
b.      Periode II         : Tahun 1880-1904 Arbeids-Inspectie.
c.       Periode III        : Tahun 1904-1921 didirikan Kantor Van Arbeid baru seperti
  Veiligheids-Reglement dan Reglement Stoom-ketels.
d.      Periode IV       : Tahun 1921-1942 Peraturan tentang Pembatasan Kerja Bagi
Anak-Anak dan Wanita di waktu malam (Stb.1925 No.647) dan  Ongevallen Regeling 39.
§         Sesudah tahun 1945 dapat dibagi dalam 4 periode:
a.       Periode I          : 1945-1950
-         UU Kerja tahun 1948 No.12
-         UU Kecelakaan 1947 No.33
-         UU Pengawasan Perburuhan 1948-23
b.      Periode II         : 1950-1960
-         UU Penyelesaian Perselisihan Perburuhan 1957 No.22
-         Perjanjian Perburuhan UU 1954-21
-         Penempatan Tenaga Kerja Asing UU 1958-3
c.       Periode III        : 1960-1966
-         UU 8-1961 tentang Wajib Kerja Sarjana
-         UU 12-1964 tentang PHK
d.      Periode IV       : 1966- sekarang
-         UU 14-1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
-         UU 1-1970  tentang Keselamatan Kerja
Dalam bidang ketenagakerjaan Ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998 ini, merupakan dasar utama dalam menegakkan demokrasi di tempat kerja. Undang-Undang ketenagakerjaan antara lain memuat.
a.       Landasan, azas dan tujuan pembangunan perburuhan.
b.      Perencanaan tenaga kerja dan informasi perburuhan.
c.       Pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama bagi buruh.
d.      Pelatihan kerja untuk meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan dan keahlian tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas perusahaan/produksi.
e.       Pelayanan penempatan tenaga kerja yang sesuai dengan harkat dan martabat tenaga kerja.
f.        Penggunaan tenaga kerja asing yang tepat.
g.       Pembinaan hubungan industrial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
h.       Pembinaan kelembagaan dan sarana hubungan kerja industrial.
i.         Perlindungan pekerja termasuk perlindungan atas hak-hak dasar pekerja.
j.        Pengawasan ketenagakerjaan agar peraturan perburuhan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) merupakan hasil musyawarah antara Serikat Pekerja dengan pengusaha.

Sumber Hukum Perburuhan
Dasarnya adalah buku III Bab 7 A (Pasal 1601) KUHS yaitu: Perikatan.
Hukum perburuhan meliputi:
I.        Undang-Undang/Peraturan-Peraturan
Perburuhan yang berlaku
II.     Proses penerimaan tenaga kerja/buruh
-         Kecakapan (Skill)
-         Pengetahuan (Knowledge)
-         Kemampuan (Ability)
III.   Hubungan Industrial Pancasila
IV.  Pemutusan Hubungan Kerja: UU No.12/1964

Peraturan Kerja
a.       Harus diberikan dengan Cuma-Cuma kepada buruh.
b.      Harus disampaikan kepada Departemen Tenaga Kerja.
c.       Harus ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca oleh buruh.
Sesuai dengan UU No.14-1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja terdapat beberapa undang-undang:
·        UU No.7/1981 tentang wajib lapor tenaga kerja di perusahaan.
·        UU No.33/1947 tentang kecelakaan.
·        UU No.1/1970 tentang keselamatan kerja.
·        UU No.12/1964 tentang PHK di perusahaan swasta.
·        UU No.3/1992 tentang Astek.
·        Peraturan Pemerintah No.8/1981 tentang perlindungan upah.

A. Hubungan Kerja Pada Dasarnya Meliputi Masalah-Masalah yang Berhubungan Dengan:
1.      Adanya hubungan kerja-perjanjian kerja.
2.      Kewajiban buruh-hak buruh.
3.      Kewajiban majikan-hak majikan.
4.      Berakhirnya hubungan kerja.
5.      Penyelesaian perselisihan perburuhan.
Status dan Sistem Penggajian:
-         Percobaan à  Tetap: UMR
-         Harian   :    Lepas
Tetap
-         Kontrak Kerja (KKWT) ­àTidak tetap: Permenaker No.2/Men/1993
-         Borongan.

Kebutuhan Hidup Karyawan/Buruh Yang Penting:
a.       Aman (a sense of security)
b.      Berhasil (a sense of success)
c.       Sejawat (a sense of belonging).

B. Hubungan Industrial Pancasila
4 macam fungsi utama:
-         Menjaga kelancaran dan meningkatkan produksi
-         Memelihara dan menciptakan ketenangan kerja
-         Mencegah dan menghindari pemogokan
-         Menciptakan dan memelihara stabilitas nasional.

3 Azas Pokok Kerjasama
a.       Teman seperjuangan dalam proses produksi
b.      Teman seperjuangan dalam keuntungan/kerugian
c.       Teman dalam memikul tanggungjawab

Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
-         Syarat-Syarat Kerja
-         Pengupahan
-         Tata Tertib Kerja
-         Jaminan Sosial
-         Kesejahteraan Bersama

C. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) UU 12/1964
1.      Dengan hormat ­à bukan kesalahan pekerja
2.      Tidak dengan hormat à kesalahan pekerja
-         Kehendak karyawan
-         Kehendak pengusaha
-         Putus demi hukum
-         Diputus oleh pengadilan.


HUKUM PERBURUHAN

            Peranan pekerja merupakan faktor yang sangat essensial, walaupun teknologi modern telah dimanfaatkan.
Daele Yoder     : all managers are man power
Artinya : tiap pimpinan harus bertanggungjawab terhadap masalah perburuhan.
Semua tanggungjawab akan terlaksana dengan baik apabila dikoordinasi secara efektif.
            Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian dalam Hukum Perburuhan:
1.      Peraturan harus tegas
2.      Aparat penegak hukum harus bertanggungjawab untuk menegakkan hukum dan keadilan.

Pengusaha Dilarang Memutuskan Hubungan Kerja
-         Keadaan sakit
-         Tugas Negara/Agama
-         Pekerja menikah, hamil, melahirkan atau gugur kandungan
-         Pertalian darah

Ada 8 sebab PHK atas keinginan pengusaha:
§         Pekerja tidak cakap dalam masa percobaan
§         Alasan-alasan mendesak
Keputusan P4P No.14/P4/57/604  : Menghina Pengusaha
Keputusan P4P No14/P4/58/7825: Tidak menjalankan tugas dengan baik.
§         Pekerja sering mangkir
§         Pekerja ditahan oleh pihak berwajib
§         Pekerja dihukum oleh hakim
§         Pekerja sering sakit
§         Pengurangan tenaga kerja
§         Pekerja berusia lanjut


PHK Keinginan Pekerja:
-         Pekerja tidak cocok
-         Pekerja pindah
-         Alasan mendesak

Pemutusan Hubungan Kerja Sedapat Mungkin Harus Dicegah, Bahkan Harus Dihindari/Dilarang”

PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( UU No. 13/2003 )

            pengusaha dengan segala upaya harus mengusahakan agar tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan melakukan:
1.      Pembinaan terhadap pekerja
Pembinaan berupa: memberikan peringatan I, II dan III
2.      Memperbaiki kondisi perusahaan 1 angka langkah efisien untuk penyelamatan perusahaan. Misalnya: Pengurangan tenaga kerja
Dalam hal PHK tidak dapat dihindarkan maka pengusaha dan pekerja wajib merundingkan secara musyawarah untuk mufakat (Bipartit) atau dengan pemerintah (Tripartit).
PHK dengan asas keseimbangan dan keadilan. Pekerja berhak mendapat uang pesangon + uang penghargaan + ganti kerugian sebesar 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan.
Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu (KKWT/Kontrak Kerja) PERMENAKER No.02/Men/1993:
-         Dalam KKWT tidak boleh diisyaratkan adanya masa percobaan.
-         Masa percobaan tersebut batal demi hukum.

Syarat-syarat KKWT:
1.      Kemauan bebas pihak-pihak
2.      Kecakapan pihak-pihak
3.      Pekerjaan tertentu
4.      Tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan atau ketertiban umum dan kesusilaan.

Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat 3:
1.      Sekali selesai atau sementara sifatnya
2.      Paling lama 3 tahun
3.      Musiman/berulang kembali
4.      Tidak terputus-putus
5.      Yang berhubungan dengan produk baru.

KKWT hanya boleh diperpanjang satu kali tidak lebih dari 3 tahun
Pembaharuan KKWT hanya boleh dilakukan satu kali dan paling lama 2 tahun
Pembaharuan KKWT yang telah diperbaharui tidak dapat diperpanjang lagi.

KKWT
KKWT berlangsung terus sampai berakhirnya KKWT, kecuali:
1.      Kesalahan berat akibat perbuatan pekerja (pasal 17)
2.      Kesalahan berat akibat perbuatan pengusaha (pasal 19)
3.      Alasan memaksa/Force majeur (pasal 20)
Pihak yang mengakhiri KKWT harus membayar ganti kerugian.
Pengusaha dapat mengakhiri KKWT apabila pekerja melanggar (pasal 17):
1.      Memberikan keterangan palsu
2.      Mabuk, menggelapkan, menipu
3.      Madat, memakai obat bius atau narkoba
4.      Menganiaya, mengancam
5.      Melanggar hukum
6.      Membongkar rahasia perusahaan
Pekerja dapat mengakhiri KKWT karena kesalahan berat yang dilakukan oleh pengusaha (pasal 19):
1.      Menganiaya, mengancam pekerja
2.      Membujuk pekerja melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum
3.      Tidak melakukan kewajiban
4.      Memerintah pekerja untuk melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan KKWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar